
Ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda (WBTb). Sajian yang namanya berasal dari bahasa Jawa “mendo,” yang berarti setengah matang. Menurut Tohari, tempe yang digunakan sebagai mendoan tidak padat seperti tempe biasa. Tempe dibuat jadi lembaran tipis dan lebar, serta dibungkus menggunakan daun pisang. Tempe jenis ini biasanya digunakan untuk membuat keripik tempe dan mendoan.
Adonan tepung tempe mendoan pun bukan menggunakan tepung terigu, melainkan tepung beras. Warna kulit mendoan khas Banyumas berwarna putih tanpa campuran pewarna. Awalnya, tempe dimakan dengan cabai rawit mentah sebagai pendamping. Seiring waktu, penyajiannya pun divariasikan dengan saus kecap dengan irisan cabai dan bawang merah.
Tempe mendoan resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada Oktober 2021. Penetapannya mengacu pada hasil Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021 oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
“Mendoan akhirnya terdaftar sebagai WBTb kategori ‘Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional’ setelah mengalami perjalanan panjang. Proses pengusulannya dilakukan sejak 2020,” kata Kepala Seksi Nilai Tradisi Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Mispan.
Mispan mengatakan, penetapan tempe mendoan sebagai WBTb sangat membanggakan. Pasalnya tempe mendoan merupakan makanan yang sangat familier bagi masyarakat Banyumas. Menurut Mispan, Pemkab bersama masyarakat terus berupaya melestarikan mendoan dengan berbagai cara.
Antara lain dengan lomba, pembinaan UMKM, program pemberdayaan PKK, dan adanya sentra industri rumahan tempe mendoan di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran. Selain tempe mendoan, Mispan menambahkan, sidang tersebut juga menetapkan kesenian khas Banyumas, ebeg sebagai WBTb kategori seni pertunjukan.